Jumat, 29 Juli 2016

Laporan Pendahuluan Halusinasi




LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI PENDENGARAN

A.    Konsep Dasar Halusinasi
  1. Diagnosa Keperawatan
o   Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
o   Data:
Tn. Y (45 tahun) dibawa ke RSJ oleh keluarganya karena ± 3 hari tidak bisa tidur, sering mondar mandir, tampak bingung, dan gelisah. Saat dilakukan pengkajian, Tn. J mengatakan kalau dia pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Klien sering mendengar suara yang tidak ada wujudnya saat sore hari yang membuat dirinya tegang dan kedua tangannya kaku. Klien mengatakan bahwa suara tersebut berisi tentang hal-hal jorok tentang wanita menyebabkan dirinya menjadi kesal dan marah, klien juga mengaku bahwa kakeknya pernah mengalami hal yang sama seperti dirinya. Tn. J banyak berbicara, sering berganti topik, dan terkadang menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan perawat. Saat dirawat klien lebih sering berada di kamarnya dan menghabiskan waktunya untuk tidur

  1. Proses Terjadinya Masalah
a.      Pengertian
Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan tersebut disadari dan dimengerti penginderaan/ sensasi. Gangguan persepsi: ketidakmampuan menusia dalam membedakan antara rangsangan yang timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal.
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indera tanpa adanya ransangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indera tanpa stimulus eksteren: persepsi (Maramis, 2005). Sedangkan menurut Depkes (2000) halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera terjadi pada saat kesadaran individu penuh/baik. Selain itu, menurut Stuart dan Laraia (2005) halusinasi merupakan salah satu respon maladaptive individu yang berada dalam rentang neuro biologi.
      Menurut Varcarolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tpe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendenganran (Auditory-hearing voices or sound), penglihatan (Visual-seeing person or things), penciuman (Olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-experiencing taste).
      Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak ada bayangan tersebut. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa. Merasakan mengecap sesuatu pada hal tidak sedang makan apapun. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaaan kulit.
      Diperkirakan lebih dari 90% klien dengan Skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam diri individu atau dari luar dirinya. Suara dapat dikenal (familiar) misalnya suara nenek yang meninggal. Suara dapat tunggal atau multiple. Isi suara dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri. Klien sendiri merasa yakin bahwa suara itu berasal dari Tuhan, setan, sahabat, atau musuh. Kadang-kadang suara yang muncul semacam bunyi bukan suara yang mengandung arti.

b.      Patofisiologi
Stuart dan Sundeen (1998), mengemukakan dua teori tentang halusinasi, yaitu:
1)      Teori biokimia
Halusinasi dapat terjadi karena respon metabolisme terhadap stress yang mengakibatkan dan melepaskan zat halusinogenik neurokimia seperti bufotamin dan dimetyltransferase.

2)      Teori psikoanalisa
Halusinasi merupupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang mengancam, ditekan untuk muncul akan sabar.
Sedangkan menurut Mc. Forlano & Thomas (dalam Dermawan & Rusdi, 2013) mengemukakan beberapa teori yaitu:
1)      Teori psikofisiologi
Terjadi akibat ada fungsi kognitif yang menurun karena terganggunya fungsi luhur otak, oleh karena kelelahan, karacunan dan penyakit.
2)      Teori psikodinamik
Terjadi karena ada isi alam sadar dan akan tidak sadar yang masuk dalam alam tak sadar merupakan sesuatu atau respon terhadap konflik psikologi dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi adalah gambaran atau proyeksi dari rangsangan keinginan dan kebutuhan yang dialami oleh klien. 
3)      Teori interpersonal
Teori ini menyatakan seseorang yang mengalami kecemasan berat dalam situasi yang penuh dengan stress akan berusaha untuk menurunkan kecemasan dengan menggunakan koping yang biasa digunakan.

c.       Pathway 

d.   Proses Terjadinya Halusinasi
Ada beberapa tahapan-tahapan pada klien dengan halusinasi antara lain (Yosep, 2009) yaitu :
1)      Stage I: Sleep Disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah dikampus, diPHK ditempat kerja, penyakit, utang, nilai dikampus, drop out, dan sebagainya. 
Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
2)      Stage II : Comforting Moderate level of anxiety (halusinasi secara umum diterima sebagai sesuatu yang alami)
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaa berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
3)      Stage III : Condemning Severe level of anxiety (secara umum halusinasi sering mendatangi klien)
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupayah menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama. 
4)      Stage IV : Controlling Severe level of anxiety (fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan)
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan Psychotic.
5)      Stage V: Conquering Panic level of anxiety (klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya)
Pengalaman sensorinya terganggu, klien mulai merasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang di dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.

e.      Faktor Predisposisi dan Presipitasi
1)      Faktor Predisposisi 
      Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah :
a)        Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b)   Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c)    Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d)   Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e)    Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2)      Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a)      Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b)      Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c)      Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
  
f.       Penilaian Terhadap Stressor
1)      Kognitif
a)      Bingung
b)      Menyalahkan diri sendiri/orang lain
c)      Berbicara adanya halusinasi
d)     Ketakutan
e)      Kecemasan
f)       Tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata
g)      Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal
h)      Sulit membuat keputusan
i)        Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi
2)      Afektif
a)      Kecemasan
b)      Khawatir
c)      Wajah tegang
3)      Fisiologis
a)      Muka merah, kadang pucat
b)      Tekanan darah dan nadi meningkat
c)      Napas terengah-engah
d)     Banyak keringat
4)      Perilaku
a)      Duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu
b)      Menggerakan-gerakan bibir
c)      Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri: mandi, sikat gigi, ganti pakaian, berhias yang rapi
d)     Berbicara dengan mengatakan ‘mereka’
e)      Gelisah
f)       Tersenyum, tertawa atau berbicara sendiri
g)      Melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu
h)      Mendengar, melihat atau merasakan stimulus yang tidak nyata
i)        Perbutaan yang tidak wajar
j)        Perilaku mengisolasi diri
5)      Social
a)      Menarik diri
b)      Sikap curiga dan bermusuhan, merusak diri/orang lain/lingkungan

Menurut Dermawan (2013) penilaian terhadap stressor pada halusinasi, yaitu:
1)      Fungsi Kognitif
Pada fungsi kognitif terjadi perubahan daya ingat, klien mengalami kesukaran dalam menilai dan menggunakan memorinya atau klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang/ pendek. Klien menjadi pelupa dan tidak berminat.
a)     Cara berfikir magis dan primitive: klien menganggap bahasa diri dapat melakukan sesuatu yang mustahil bagi orang lain, misalnya dapat merubah menjadi spiderman. Cara berpikir klien seperti anak pada tingkat perkembangan anak pra sekolah.
b)    Perhatian: klien tidak mampu mempertahankan perhatiannya atau mudah teralih, serta konsentrasi buruk, akibatnya mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan berkonsentrasi terhadap tugas.
c)   Isi pikir: klien tidak mampu memproses stimulus interna dan eksterna dengan baik sehingga terjadi curiga, siar pikir, sisip pikir, somatic.
d)     Bentuk dan pengorganisasian bicara: klien tidak mampu mengorganisasian pemikiran dan menyusun pembicaraan yang logis serta kohern. Gejala yang sering timbul adalah kehilangan asosiasi, kongensial, inkoheren/ neologisme, sirkumfasial, tidak masuk akal. Hal ini dapat diidentifikasikan dari pembicaraan klien yang tidak relevan, tidak logis bicara yang berbelit.
2)      Fungsi Emosi
Emosi digambarkan dalam istilah mood dan afek. Mood adalah suasana emosi sedangkan afek mengaju kepada expresi emosi, yang dapat diamati dari expresi wajah, gerakan tangan, tubuh dan nada suara ketika individu menceritakan perasaannya.
Pada respons neurobiologis yang maladaptif terjadi gangguan emosi yang dapat dikaji melalui perubahan afek:
a)      Afek tumpul: kurangnya respon emosional terhadap pikiran, orang lain atau pengalaman. Klien tampak apatis.
b)   Afek datar: tidak tampak expresi aktif, suara monoton dan wajah datar, tidak ada keterlibatan perasaan.
c)      Afek tidak sesuai: afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan.
d)     Reaksi berlebihan: reaksi emosi yang berlebihan terhadap suatu kejadian.
e)      Ambivalen: timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada saat yang bersamaan.
3)      Fungsi Motorik
Respon neurobiologis maladaptif menimbulkan perilaku yang aneh, membingungkan dan kadang-kadang tampak tidak kenal dengan orang lain. Perubahan tersebut adalah:
a)      Impulsif: cenderung melakukan gerakan yang tiba-tiba dan spontan.
b)      Manerisme: dikenal melalui gerakan dan ucapan seperti grimasentik.
c)   Stereotipik: gerakan yang diulang-ulang tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulus yang jelas.
d)  Katatonia: kekacauan psikomotor pada skizofrenia tipe katatonik (eq: catatonic excitement, stupor, catalepsy, flexibilitascerea), imobilitas karena factor psikologis, kadangkala ditandai oleh periode agitasi atau gembira, klien tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.
4)      Fungsi Social 
Perilaku yang terkait dengan hubungan sosial sebagai akibat dari respon neurobiologis yang maladaptive adalah sebagai berikut:
a)      Kesepian
Perasaan terisolasi dan terasing, perasaan kosong dan merasa putus asa sehingga kllien terpisah dengan orang lain.
b)      Isolasi social
Terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan emosional dari lingkungan. Isolasi diri klien tergantung pada tingkat kesedihan dan kecemasan yang berkaitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rasa tidak percaya pada orang lain merupakan inti masalah pada klien. Pengalaman hubungan yang tidak menyenangkan menyebabkan klien menganggap hubungan saat ini membahayakan. Klien merasa terancam setiap ditemani orang lain karena ia menganggap oran tersebut akan mengontrolnya , mengancam, menuntutnya. Oleh karena itu klien memilih tetap mengisolasi diri dari pada pengalaman yang menyedihkan terulang kembali.
c)      Harga diri rendah

g.      Sumber Koping
                  Menurut Stuart Sundeen, 1998 sumber koping dapat meliputi :
1)            Aset ekonomi.
2)            Kemampuan dan keahlian.
3)            Teknik defensif.
4)            Sumber sosial.
5)            Motivasi.
6)            Kesehatan dan energi.
7)            Kepercayaan.
8)            Kemampuan memecahkan masalah.
9)            Kemampuan sosial.
10)        Sumber sosial dan material.
11)        Pengetahuan.
12)        Stabilitas budaya.

Sumber koping yang dapat dilakukan pasien dengan halusinasi adalah
1.      Personal ability: Ketidakmampuan memecahkan masalah, ada gangguan dari kesehatan fisiknya, ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, pengetahuan tentang penyakit dan intelegensi yang rendah, identitas ego yang tidak adekuat.
2.      Social support:  Hubungan antara individu, keluarga, kelompok, masyarakat tidak adekuat, komitmen dengan jaringan sosial tidak adekuat
3.      Material asset: Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya boros atau santa pelit, tidak mempunyai uang untuk berobat, tidak ada tabungan, tidak memiliki kekayaan dalam bentuk barang, tidak ada pelayanan kesehatan dekat tempat tinggal.
4.      Positif belief: Distress spiritual, tidak memiliki motivasi, penilaian negatif terhadap pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu suatu gangguan.

h.       Mekanisme Koping
1)      Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2)   Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3)      Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

i.       Akibat
Akibat yang dapat ditimbulkan pada klien halusinasi berlanjut menurut Kelliat (1999) adalah:
1)      Klien dapat melakukan kekerasan seperti mencederai diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini disebabkan bila halusinasi yang dialami merupakan ancaman bagi diri.
2)      Klien mengalami intoleransi aktivitas sehingga perawatan diri klien menjadi kurang, hal ini disebabkan oleh halusinasi telah mempengaruhi/ memfokuskan pikiran klien ke hal yang tidak realitas sehingga klien hanya sibuk dengan dunia non realitas dan lupa akan keadaan realitas.
3)      Keputusasaan
4)      Ketidakberdayaan
5)      Gerakan Komsi
6)      Gerakan Interaksi Sosial

j.      Rentang Respon 


k.    Kasifikasi Halusinasi
Adapun Manifestasi Klinis halusinasi menurut Videback (2004: 310) sebagai berikut,




B.    Konsep Keperawatan
  1.       Pengkajian
a.      Mengkaji Data Objektif dan Subjektif
Di rumah sakit jiwa Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami pasien gangguan jiwa adalah halusinasi suara, 20% halusinasi penglihatan dan 10% halusinasi penciuman, pengecapan dan perabaan. Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami oleh pasien.
Untuk mengetahui jenis-jenis halusinasi dapat dengan cara mengobservasi perilaku pasien, memeriksa, mengukur, sedangkan data subjektif didapatkan dengan cara wawancara, curahan hati, ungkapan-ungkapan klien, apa-apa yang dirasakan dan didengar klien secara subjektif. Data ini ditandai dengan “klien menyatakan atau klien merasa.”

b.      Mengkaji Waktu, Frekuensi dan Situasi Munculnya Halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi.Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.

c.       Mengkaji Respons terhadap Halusinasi
Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa respons klien ketika halusinasi itu mucul, perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan klien. Selain itu, dapat juga dengan mengobservasi dampak halusinasi pada pasien jika halusinasi timbul.

  1.       Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian. Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan berdasarkan pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya (Carpernito, 2000).
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil pengkajian adalah:
a.       Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
·         Data Subjektif: Klien mengatakan sering mendengar suara yang tidak ada wujudnya saat sore hari yang membuat dirinya tegang dan kedua tangannya kaku. Klien mengatakan bahwa suara tersebut berisi tentang hal-hal jorok tentang wanita.
·         Data Objektif: Klien banyak berbicara dan sering berganti topik, terkadang menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan perawat.

b.      Pohon Diagnosa

                      3. Rencana Intervensi Keperawatan 
a.       Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1.      Tujuan
a)      Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b)      Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c)      Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

2.      Tindakan
a)      Membantu klien mengenali halusinasi
Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadi halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
b)      Melatih pasien mengontrol halusinasi
Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat dapat mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi pada klien. Ke empat cara tersebut meliputi:
1)      Menghardik Halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasinya atau tidak memperdulikan halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
1.      Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2.      Memperagakan cara menghardik halusinasi
3.      Meminta pasien memperagakan ulang
4.      Memantau penerapan ini, menguatkan perilaku pasien
2)      Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain.
3)      Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Libatkan pasien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan membimbing klien membuat jadwal teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang yang seringkali mencetuskan halusinasi. Klien beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
Tahapan tindakan meliputi:
  1.  Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
  2. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
  3. Melatih pasien melakukan aktivitas
  4. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang sudah dilatih.
  5. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguatan pada pasien yang positif
4)      Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sering kali mengalami putus obat sehingga klien mengalami kekambuhan.
Tindakan keperawatan agar klien patuh menggunakan obat:
  1. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa
  2. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
  3. Jelaskan akibat putus obat
  4. Jelaskan cara berobat
  5. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)

b.      Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1)      Tujuan
a)      Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di rumah
b)      Keluarga dapat menjadi system pendukung yang efektif untuk pasien

2)      Tindakan
Keluarga merupakan factor yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di rumah.
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah:
1.      Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2.      Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.
3.      Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien
4.      Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan pasien

c.       Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
TAK yang dapat dilakukan untuk pasien waham meliputi hal-hal sebagai berikut:
      1. TAK orientasi realitas
a)      Sesi 1: Pengenalan orang
b)      Sesi 2: Pengenalan tempat
c)      Sesi 3: Pengenalan waktu
      1. TAK sosialisasi
a)      Sesi 1: Kemampuan memperkenalkan diri
b)      Sesi 2: Kemampuan berkenalan
c)      Sesi 3: Kemampuan berbicara
d)     Sesi 4: Kemampuan berbicara topik tertentu
e)      Sesi 5: Kemampuan berbicara masalah pribadi
f)       Sesi 6: Kemampuan bekerjasama
g)      Sesi 7: Evaluasi kemampuan sosialisasi

  1. Evaluasi
Evaluasi hasil pelaksanaan tindakan dlakukan kepada klien dan keluarga (apabila keluarga berkunjung), hasil evaluasi:
a)      Evaluasi pada klien:
1)      Klien dapat mengenal halusinasi
2)      Klien dapat menghardik halusinasi
3)      Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengalihkan halusinasi
4)      Klien dapat menggunakan obat dengan benar
b)      Evaluasi pada keluarga
1)      Keluarga dapat mengenal halusinasi
2)      Klien dapat merawat klien saat pulang
3)      Keluarga dapat membuat perencanaan pulang

  1. Dokumentasi
Dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan setiap proses keperawatan, karenanya dokumentasi asuhan dalam keperawatan jiwa berupa: dokumentasi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.


DAFTAR PUSTAKA

Nasir, Abdul dan Abdul Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Yusuf, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Videbeck, S L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Sheila L. Videbeck: alih bahasa, Renata Komalasari, Alfrina Hany; Editor edisi bahasa Indonesia, Pemilih Eko Karyuni. Jakarta : EGC.
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Yosep, Iyus dan Titin Sutini. 2009. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Keliat, Anna Budi dan Akemat. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart & Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta: EGC.


https://drive.google.com/file/d/0B9jhi19Y6c1Ga21sY2JyYTloZ0E/view?pref=2&pli=1

1 komentar:

laborciadevaia mengatakan...

titanium knife - The Cutting Room
. ford fusion hybrid titanium This titanium curling iron item is a ti89 titanium calculator custom, titanium wire 3 piece brass blade with a knurled handle. Each blade comes in two separate pieces and the titanium septum ring handle is one with a small $10.00 · ‎In stock

Posting Komentar